Matim_lensatimur.net – Nasib malang dialami salah seorang bocah yang saat ini sedang duduk di bangku pendidikan kelas 1 Sekolah Dasar, Desa Benteng Pau Kecamatan Elar Selatan Kabupaten Manggarai Timur. Dia adalah Claudius Rolan Emolse.
Claudius Rolan Emolse sendiri menderita penyakit tulang, di mana dirinya tidak bisa berjalan sejak kecil hingga dirinya masuk pendidikan di bangku sekolah dasar. Dengan kondisi yang memprihatinkan ini, Rolan tidak pernah pantang menyerah untuk meraih masa depan. Kerinduannya untuk mengenyam pendidikan tidak pernah pupus walupun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Dia mempunyai mimpi dan cita – cita untuk bisa menjadi pribadi yang berpengetahuan, dan memiliki masa depan yang cerah untuk membantu kedua orang tuanya. Namun melihat kondisi yang diderita Rolan saat ini sungguh memprihatinkan, hal itu tidak membuat dirinya putus asa, tetapi senantiasa berjuang sekuat tenaga walaupun langkahnya tertatih-tatih dan penuh lelah mengayunkan langkah menuju sekolah untuk sesuatu yang ia mimpikan.
Rolan, sapaan akrabnya hanya bisa berharap dan berhayal mudah – mudahan Tuhan mengirimkan seorang malaikat penolong untuk membantunya mendapatkan kursi roda, sehingga mimpi dan cita – citanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses bisa tercapai.
Claudius Rolan Emolse adalah buah hati dari pasangan Damasus Rapas dan Maria Dadas yang lahir pada 2013 silam di sebuah kampung kecil di Elar Selatan Kabupaten Manggarai Timur.
Berdasarkan cerita yang diperoleh dari kedua orang tuanya, dikisahkan bahwa Rolan dari sejak kecil sudah tidak bisa berjalan, layaknya seperti orang normal. Kakinya sangat lemah dan tidak bisa bertahan untuk berjalan jauh. Untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari, ia selalu menggunakan kedua tangannya untuk berjalan.
“Tumpuan kakinya sangat lemah dan tidak bisa bertahan untuk berjalan”, ucap Ayah Rolan.
Lanjut Damasus, saat Rolan dilahirkan pada tahun 2013 silam, sebagai orang tua kami tidak mengetahui kalau anak ini mengalami kelainan fisik
“Pada awalnya tidak ada tanda – tanda yang menunjukan anak ini tidak normal. Namun memasuki usia tiga tahun ia belum bisa berjalan dengan baik, tumpuan kakinya tidak terlalu kuat sama seperti pada awal dilatih untuk berjalan”, tutur Damasus.
Setelah mengetahui adanya kelainan fisik pada pertumbuhan dan perkembangan anaknya, bapak Damasus dan ibu Maria orang tua kandung Rolan berusaha mencari pengobatan alternatif melalui dukun atau tabib yang ada di kampung sekitarnya.
Beberapa orang Tabib atau dukun sudah pernah mereka datangi untuk menyembuhkan Rolan, namun dari perjuangan dan kerja keras tersebut semuanya tidak memberikan hasil yang memuaskan. Setiap usaha yang mereka lakukan selalu menuai kegagalan sampai pada akhirnya mereka menyerah untuk mencari pengobatan.
“Sampai saat ini, kami hanya bisa pasrah dengan keadaan fisik pada anak kami”, kata Maria Dadas, Ibunda Rolan.
Ekonomi Yang Sulit Membuat Rolan Tidak Bisa Mendapatkan Pengobatan Dokter
Keadaan ekonomi keluarga Rolan sangat memperihatinkan. Ayah dan ibunya bekerja sebagai petani. Hasil pertanian yang mereka miliki sangat sedikit, sehingga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Hasil pertanian yang kami miliki sangat sedikit bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama setahun, karena kami tidak mempunya sawah sendiri. Kondisi yang teramat sulit ini membuat kami hanya berjuang untuk bisa mempertahankan hidup. Untuk bertahan hidup saja sudah susah, apalagi bicara soal masalah kesehatan, itu jauh dari mimpi kami”, pungkas Damasus lirih.
Untuk menambah penghasilan, ayah Damasus selalu berusaha mencari pekerjaan sampingan yakni menjadi kuli bangunan. Pekerjaan sampingan inipun dilakoni ayah Rolan ketika memasuki musim kemerau, karena hasil pertanian sudah selesai dipanen.
Kalau ada warga yang hendak bangun rumah baru, saya melamar untuk menjadi kepala tukang. Tapi tidak semua orang yang bangun rumah baru mempercayakan saya untuk kerja. Terkadang dalam setahun saya tidak dapat sama sekali”, cerita Damasus dengan raut wajah sedih.
Meskipun kondisi ekonomi keluarga Damasus sangat memperihatinkan, namun bentuk perhatian dari pemerintah berupa bantuan PKH dan Sembako dan bantuan sosial lainnya belum pernah mereka terima.
“Kami hanya terima dana BLT yang diberikan pemerintah melalaui dana desa. Itupun karena masa pandemi Covid-19. Namun bila covid ini berakhir, sudah pasti kami tidak lagi mendapatkan bantuan”, pungkas Damasus pilu.
Damasus berharap semoga Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur bisa memperhatikan kehidupan keluarganya, secara khusus bagi putranya yang mengalami kondisi kelumpuhan.
Penulis : Rellys Sarong
Editor : Efrid Bata