Nagekeo_lensatimur.net – Pada masa pandemi covid 19 yang tak berujung ini, Theodorus Belo, seorang pengusaha penyedia jasa konstruksi Di Mbay Nagekeo terus berjuang mencari pekerjaan tambahan dengan menjadi petani Jamur Tiram untuk mengais pundi-pundi rupiah.
Menjadi seorang petani jamur adalah sesuatu yang langkah dan jarang sekali digeluti oleh masyarakat Flores pada umumnya. Hal ini justru dilihat sebagai peluang oleh Theo, sehingga dia menyisihkan separuh waktunya untuk membudidaya jamur tiram.
Jamur tiram adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung.
Berbekal pengalaman yang diperoleh sebagai seorang mahasiswa ketika menuntut ilmu di kota gudeg Jogyakarta tahun 2001, Theo Labi mulai merintis usaha budidaya jamur tiram di tanah kelahirannya tepatnya Kota Bajawa. Usaha yang dirintisnya tersebut tidak bertahan lama, ini dikarenakan bahan baku yang tidak memadai.
Lalu pada tahun 2007, Theo mencoba membangun kembali usahanya yang sempat mandek itu, khususnya budidaya jamur tiram di tempat yang berbeda yakni Boawae tepatnya di wolopogo. Dalam perjalanan usahanya, sempat terhenti dikarenakan kesulitan mendapatkan bahan baku yaitu serbuk kayu sebagai media utama pembuatan jamur tiram. Hal ini menjadi masalah klasik yang membuat dirinya sempat kehilangan semangat untuk kembali menjalankan usaha tersebut.
Namun ketika dirinya sudah menetap di Mbay tepatnya di Kelurahan Danga, niat dan motivasinya untuk kembali merintis ulang usaha budidaya jamur tiram yang sempat terhenti menjadi semakin kuat, sehingga tahun lalu, Theo menggunakan areal di belakang rumah tempat tinggalnya untuk dijadikan sebagai lahan budidaya jamur tiram. Dalam merintis usahanya ini, Theo dibantu sang istri Bethsy Sekke dan juga kedua orang anaknya yakni Edward dan Donna.
Kepada media ini di tempat budidaya jamur tiram, Selasa 19 Januari 2021. Theo menuturkan bahwa usaha budidaya jamur tiram sangat sederhana dan tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya. Intinya memiliki ketersediaan media utama seperti serbuk kayu yang berasal dari sisa gergajian kayu.
Theo mengatakan bahwa dirinya sangat menguasai betul soal budidaya jamur tiram; mulai dari pembuatan kultur jaringan atau pembiakan spora jamur, pembuatan media tanam, pemeliharaan, panen dan pasca panennya. Kenyataan itu dibuktikan dengan hasil yang dicapai Theo Sejak bulan Juli 2020 sampai dengan Desember 2020 panen tahap perdana sebanyak 250 baglog, dengan menghasilkan 100 kg jamur segar dan ketika dikalikan dengan harga jual Rp. 75.0000.-/kg maka menghasilkan Rp. 7.500.000. Suatu angka yang sangat fantastis dan sangat membanggakan.
Menurut pengakuan Theo, usahanya masih dalam jumlah skala kecil, hal ini dikarenakan publik juga belum banyak yang paham mengenai manfaat konsumsi jamur khususnya bagi kesehatan, serta nilai ekonomis yang akan didapati. Theo menjelaskan bahwa manfaat dari mengkonsumsi Jamur Tiram bagi kesehatan adalah untuk mencegah kanker dan berbagai jenis penyakit lainnya.
Kandungan nutrisi yang terdapat pada jamur seperti protein, karbohidrat dan juga zat antioksidan mampu mencegah berbagai macam penyakit, salah satunya untuk mencegah kanker, katanya. Mengapa jamur tiram memiliki khasiat lebih, itu dikarenakan dalam pembudidayaannya tanpa menggunakan bahan pestisida dan murni organik.
Selama ini metode pemasaran masih menggunakan media sosial dan berdasarkan permintaan. Sejauh ini permintaannya sudah sampai ke Kabupaten Ende dan Kabupaten Ngada, khususnya di Kota Bajawa.Target saya ke depannya adalah Kota Labuan Bajo. Nanti kami akan mengirimkannya, baik dalam bentuk jamur tiram yang masih segar, maupun yang sudah dalam bentuk olahan, seperti cemilan maupun kerupuk jamur, terangnya.
Theo berharap, bahwa dalam merintis dan mengembangkan usaha budidaya jamur tiram ini, tidak saja dilakukan oleh dirinya, tetapi kiranya bisa dilakukan oleh semua orang yang punya niat dan mau menggunakan peluang usaha ini sebagai penambah pundi-pundi rupiah.
Hal yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan peran generasi muda pertanian, untuk terus melakukan inovasi di sektor pertanian. Theo juga mengajak kaum milenial yang mencintai dunia pertanian untuk menjadikan usaha ini sebagai star Up untuk menembus pasar digital, sehingga barang hasil pertanian ini memiliki pasar dan nilai yang menjanjikan. Untuk itu kemauan dan ketekunan menjadi modal dasar dalam menekuni usaha ini, tutup Theo.
Penulis : Bambang N
Editor : Efrid Bata