Borong_lensatimur. net – Marsi sang bocah belia di tepian kota Borong coba mengais rezeki dengan menjajalkan sayur melewati jalan, gang dan lorong untuk bertahan hidup di dunia yang penuh dengan suka dan duka.
Bocah yang polos dan murah senyum ini adalah seorang pelajar Kelas 2 SMPN 1 Borong Manggarai Timur. Dia adalah Bocah kelahiran cambir kelurahan ranaloba kecamatan Borong. Masri Kecil ini memiliki seorang Saudara Perempuan yang kini mengenyam pendidikan di bangku Kelas 3 SMA.
Kesehariannya Marsi banyak menghabiskan waktu untuk menjual sayur setelah jam pulang sekolah. Keadaan ekonomi yang sederhana dan pas – pasan menuntut Marsi bocah belia ini untuk bekerja banting tulang menjajalkan sayur dagangan masuk keluar jalan, gang dan lorong untuk membantu mencukupi ekonomi keluarganya.
Semangat dan daya juang yang besar tersirat di wajah bocah belia ini. Diapun mempunyai sejuta harapan dan impian akan masa depan yang lebih baik seperti anak- anak pada umumnya.
Terlahir dari keluarga yang sederhana serta terhimpit keadaan ekonomi yang serba kekurangan tidak membuat si Masri putus asa dan kecewa, tapi menjadikannya sebagai anak yang bermental baja, patuh, taat serta pekerja keras. Hal ini Marsi buktikan dengan usaha dan kerja kerasnya mencari rupiah untuk pendidikan dan hidup keluarganya dengan menjual sayur – mayur.
Saat Sang Pena lensatimur.net menghampirinya di depan Kantor Polsek Borong Sabtu, 07/11/2020; dalam sebuah obrolan kecil sang jurnalis dan bocah belia ini dari hati ke hati, akhirnya Marsi Kecilpun mau berbagai cerita akan suka duka hidup dan kerasnya perjuangannya untuk meraih mimpi agar tetap mendapatkan pendidikan dan hidup yang baik.
Saat ditanya apa yang menjadi mimpi dan cita-citamu? Dia coba manarik nafas panjang dan berusaha untuk menjawab seadanya. Jawaban yang diberikan pun di luar cara pandang anak – anak seusianya. Masri mengatakan bahwa saya mau sekolah sampai di perguruan tinggi dan menjadi Sarjana agar kelak saya bisa bantu kehidupan keluarga saya dan mau berbagi dengan sesama yang berkekurangan.
Saya tidak punya mimpi yang hebat Om, saya hanya pingin agar saya bisa berarti bagi orang banyak dan bisa membuktikan kepada orang lain bahwa orang yang tidak punya apa-apa bisa menjadi orang sukses, itu saja harapan saya Om.
Masri mengisahkan bahwa sebagai anak yang terlahir dari keluarga yang berkekurangan saya tidak pernah merasa malu sedikitpun karena bagi saya kedua orang tua saya adalah orang terbaik di dalam hidupku. Apapun keadaan mereka saya sangat menyayangi, mencintai dan menghormati mereka.
Sebagai Jurnalis hati saya bergetar dan berdecak kagum akan keluguhan dan ketulusan Sang Bocah kecil ini. Dia bahkan mengorbankan kebahagiaan masa kecilnya untuk bermain dan bersenang-senang bersama sahabatnya serta rela meninggalkan itu semua untuk berpikir dewasa dan mau bekerja keras untuk menyambung hidup dengan berdagang sayur milik orang lain demi membiayai sekolah dan hidup keluarganya.
Kota Borong menjadi saksi bisu Sang bocah belia ini masuk keluar gang dan lorong menjajalkan sayur. Wajah luguh Masri sangat familiar dan tidak asing bagi orang di kota Borong, karena sayuran milik Masri selalu disukai dan disenangi pelanggan.
Sayur milik orang ini dijual Masri dengan harga Rp. 5.000 per ikat. Setiap penjualan dari 50 atau 100 Ikat sayur, Marsi diupahi sebesar Rp.15.000 sampai Rp. 20.000. Namun bila sayur – mayurnya tidak laku terjual maka Masri pun tidak mendapatkan upah dan bayaran. Hal itu ia jalani dengan sabar, dan selalu bersyukur. Dia katakan rejeki itu selalu ada saja, asal jangan mengeluh ungkapannya.
Masri sangat mencintai pekerjaannya ini. Walaupun berjalan kaki di bawah panas teriknya Sang mentari serta guyuran hujan saat musim penghujan tiba, tidak menyurutkan semangat Masri untuk terus mengais rejeki demi mendapatkan uang untuk memenuhi ekonomi keluarga dan pendidikannya.
Ada hal yang menjadi kendala dan kesulitan yang dihadapi Marsi saat berdagang sayur yakni harus berjalan kaki berkilo – kilo di bawah panas teriknya matahari dengan beban sayur yang berat membuat langkah kecil bocah itu tertatih – tatih kecapaian. Di samping itu bila musim hujan tiba terpaksa kegiatan menjual sayur harus terhenti sementara, karena sangat beresiko sayur itu bisa hancur dan rusak kalau kena air hujan dan lumpur, katanya.
Uang hasil jualan sayur – mayur itu biasanya Masri serahkan kepada Ibunya untuk diatur dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Marsi bertekad akan terus menjual sayur selama orang masih percaya dan itu agar dirinya bisa mendapatkan uang buat hidup keluarga, tutupnya. (LT/Ephoz)