Ende_lensatimur.net – Desa Detusoko Barat bagaikan magnet yang mempunyai daya tarik tersendiri, bagi UKM, Pokdarwis, Lembaga Akademisi, Pemerintah maupun pihak swasta yang consern dengan Pariwisata melalui sebuah semangat misi yang sama yakni bagaimana membangun Indonesia dari Desa.
Desa yang dinahkodai oleh orang muda Lulusan Amerika yang bernama Ferdinandus Watu, atau yang dikenal dengan sapaan Nando adalah Putra asli Detusoko bertangan dingin yang telah membawa dan menghantarkan Desa Detusoko Barat dikenal di kanca regional, nasional maupun internasional. Sebuah prestasi yang amat membanggakan dan kiranya menjadi contoh bagi milenial kekinian untuk menjadikan desa sebagai miniatur pembangunan untuk sebuah kesejahteraan bersama.
Keberhasilan dan inovasi yang dibuat oleh Sang Kades handal Detusoko Barat, telah membuat banyak mata terpukau, memuji bahkan ingin belajar dari Pria hitam manis berambut ikal ini.
Bukan sekedar decak kagum biasa, bukti ketertarikan meraka akan Desa Detusoko Barat, terlihat dari banyaknya kunjungan yang datang ke Detusoko Barat. Pada Rabu, 08/09/2021 – Kamis, 09/09/2021, ada sebanyak 40 orang peserta dari 7 Desa di Kabupaten Sikka datang dan belajar melakukan studi lapangan terkait pengelolaan pariwisata di Desa Detusoko Barat Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende
Ke – 7 desa asal Kabupaten Sikka tersebut terdiri dari 3 desa wilayah kepulauan yakni desa Kojadoi, Desa Perumaan, Desa Kojagete, serta 4 desa wilayah daratan yakni Desa lewomada, Desa Egon, Desa Waerterang dan desa Darat Pantai.
Empat puluh peserta asal Kabupaten Sikka yang melakukan studi lapangan ini terdiri dari pemerintah Desa, Pengurus Bumdes, kelompok Sadar Wisata dan pelaku Usaha.
Demikan keterangan yang disampaikan Kades Detusoko Barat, Nando Watu berdasarkan rilis yang peroleh media ini, Kamis, 09/09/2021.
Nando Menjelaskan bahwa Para peserta dan panitia yang datang disambut dengan hangat oleh warga Desa Detusoko Barat melalui tarian adat penerimaan. Peserta kemudian diarak masuk memuju rumah adat Suku Rini untuk berdialog dengan tetua adat, sambil menikmati tarian suguhan sanggar Daudole Pokdarwis Niraneni.
“Setelah itu dilakukan dialog tentang bumdes dan Pokdarwis, kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah di lepalio Cafe Detusoko. Dari situ para peserta di bagi ke homestay – homestay para penduduk lokal”, ucapnya.
Kepala Desa Detusoko Barat menyampaikan terima kasih kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Sikka melalalui 40 peserta dari 7 Desa yang sudah mau datang dan belajar bersama di Detusoko Barat.
“Ini sebuah kolaborasi dan ruang saling belajar bersama baik teman – teman dari maumere maupun dari Detusoko untuk saling mengisi, berbagi pengalaman dan pengetahuan, serta saling menginspirasi”, imbuhnya.
Nando menambahkan pentingnya rasa saling belajar antara Desa wisata. Desa Detusoko Barat menjadi juara 3 festival binaan bank NTT dan masuk 50 besar kategori Desa wisata karena saling terbuka dan mau belajar serta saling berbagi. Kita memberikan peran lebih banyak kepada kelembagaan yang ada di Desa untuk terlibat dalam kegiatan di Desa.
Kadispar Kabupaten Sikka melalui Kabid Kelembagaan, Goerge Roni Valentino, S.E mengatakan 40 peserta dari Maumere yang datang studi lapangan di Detusoko Barat sebelumnya sudah dibekali dengan teori yang diberikan oleh para Narasumber handal di Maumere beberapa waktu lalu.
“Studi lapangan yang dilakukan bertujuan untuk melihat secara langsung dan menggali banyak hal khususnya terkait penguatan kelembagaan baik itu pokdarwis, Bumdes, lembaga adat dan pemerintah yang senantiasa bersinergi dan bekerjasama untuk menghidupkan sektor Pariwisata”, ucapnya.
Lanjut Gerorge, Kelembagaan yang ada selama ini di Maumere harus mulai digerakkan kembali, karena belum dilakukan secara maksimal. Lembaga adat yang dibentuk hanya sekedar untuk menyelesaikan masalah.
“Alasan mengapa, tujuh desa dari Kabupaten Sikka datang belajar di Detusoko, karena kami selalu mengikuti postingan tentang Desa Detusoko Barat di media sosial; terkait prestasi dan dan inovasi yang dilakukan, tuturnya.
Sementara itu, Koordinator pelatihan pengelolaan desa Wisata, Kondradus Rindu menjelaskan bahwa pelatihan yang kami lakukan di Maumere lebih banyak bersifat teori, sedangkan di Detusoko barat ini kami benar-benar belajar, karena desa ini lagi booming dan apa yang dilakukan oleh masyarakatnya sudah kelihatan dan nyata.
“Ada 3 (tiga) hal yang kami temukan di sini yakni, management terbuka antara pemerintah, lembaga adat dan gereja. Perlu seorang pemimpin muda yang energik, dunia sekarang dunia digital, kita harus melek digital kalau tidak kita digilas jaman”, tandasnya.
Sejalan dengan George, Kondradus yang adalah ketua ASSITA Kabupaten Sikka menuturkan bahwa Desa Detusoko Barat sangat menghargai pemangku adat. Pemangku adat mempunyai peran penting dalam mendukung pariwisata. Di sini Satu untuk semua. Spirit bersama yang dimiliki Detusoko Barat akan menjadi pelajaran berharga bagi kami untuk diterapkan di Maumere nanti.
Ini Pengakuan Peserta Setelah Ikut Studi Lapangan
Bading salah seorang perwakilan dari Desa Parumaan menyampaikan apresiasi, penghargaan dan terima kasih kepada Kepala Desa Detusoko Barat dan semua komponen yang ada, di mana sudah memberikan banyak hal tentang bagaimana membangun dan mengelola pariwisata di Desa.
“Ada banyak hal yang kami dapatkan di sini. Ini akan menjadi ilmu pengetahuan bagi kami untuk bisa mengimplementasikannya di Desa Parumaan berkaitan dengan bagaimana mengelola pariwisata”, pungkasnya.
Senada dengan Bading, Selesman S. Fil, salah seorang perwakilan dari Desa Waerterang memberikan apresiasi yang Luar biasa, karena di sini kami mendapatkan sebuah sistem management yang terbuka dan kerjasama antara pemimpin dan team. Di tempat ini baru saya menemukan bahwa modal kepemimpinan yang paling utama adalah bagaimana membangun kerjasama tidak hanya dengan satu sistem struktural tetapi juga dengan metode kekeluargaan, kebudayaan untuk bisa meraih keberhasilan bersama.
“Ini gampang – gampang sulit untuk diterapkan, karena kadang yang ada hanya gengsi dan jaga kewibawaan”, cetusnya.
Hal ini memang sederhana namun susah untuk dibuat. Persoalan bagi kami di desa bukan dana, tetapi bagaimana peran kepala desa dalam membangkitkan kerja sama antara semua pihak untuk terlibat secara langsung dalam pembangunan di desa, seperti yang kami lihat di desa Detusoko Barat ini.
“Kami temukan di sini peran serta budaya masih kuat dan kental. Kolaborasi peran antara desa, adat dan gereja di sini benar-benar kelihatan sinergitasnya”, tutup Salesman.
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete