Ende_lensatimur.net – Selama ini di Ende fokusnya hanya pada pendidikan formal. Pendidikan non formal jarang disentuh. Hal yang dilakukan oleh Dinas P & K Kabupaten Ende terkait pendidikan non formal selama ini hanyalah urusan paket A, B, dan C. Untuk memberantas buta aksara dan demi percepatan pelayanan bagi masyarakat umum pendidikan non formal adalah salah satu pilihan.
Untuk pendidikan formal jalurnya sudah jelas, di mana ada sekolah, guru, tenaga kependidikan, serta fasilitas sarana prasarana pendidikan. Sebenarnya pendidikan non formal harus akselerasi, tetapi jalurnya melalui Direktorat sendiri.
Demikian penjelasan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Kabupaten Ende, Matildis Mensi Tiwe di ruang kerjanya; Rabu, 14/10/2021.
Mensi mengatakan bahwa strategi yang dilakukan adalah bagaimana menyiapkan struktur organisasi pendidikan non formal ini.
“Pendidikan non formal (PNF) untuk kita di Kabupaten Ende belum ada. Salah satunya adalah melalui pembentukan Ketua Forum Taman Baca Masyarakat (TBM)”, tuturnya.
Terkait bagaimana penjabarannya sampai ke tingkat bawah, di sini Ketua Forumlah yang memainkan perannya.
“PNF sendiri ditangani oleh salah satu bidang khusus yang ada di Dinas P & K, di mana mereka memiliki manajemen sendiri yang di dalamnya terdapat Forum yang sudah dibentuk tersebut”, ujarnya.
Mensi menambahkan bahwa di kecamatan itu ada yang namanya Kampung Literasi. Di sini peran Ketua Forum TBM adalah harus bisa mengepakkan sayapnya sampai ke tingkat desa, dengan menjadikan 1 desa 1 TBM.
“Manajemen kerjanya mirip – mirip dengan pendidikan formal. Selama ini kita cenderung tidak bisa menangkap program dari pusat khususnya Direktorat Pendidikan Non Formal ( PNF) karena kita tidak punya perangkat organisasi yang terstruktur dan sistematis”, paparnya.
Lanjut Mensi, untuk percepatan pemberantasan buta aksara maka bagi masyarakat umum yang drop out sekolah bisa memanfaatkan domain ini.
“Kalau bicara PNF, aturannya sangat fleksibel; karena membuka ruang kepada siapapun selama 1 x 24 jam untuk bisa mengakses pembelajaran melalui berbagai literatur yang disediakan oleh TBM”, tandasnya.
Di sini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang handal untuk mengelola TBM, yang mana mampu berbicara tentang literasi, numerasi, dan karakter dengan perspektif pendidikan non formal.
“Bayangkan kalau setiap desa ada 1 TBM, itu berarti ada multiplier effect, di mana sarjana lulusan FKIP bisa diserap di sana untuk menjadi pamong yang akan mendampingi”, imbuhnya.
Mensi menegaskan bahwa apabila TBM yang ada sudah memiliki perangkat struktur organisasi yang jelas, maka untuk mendapatkan program dan budget pasti akan lebih mudah.
“TBM harus sesuai standarisasi, di mana harus memiliki izin operasional dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten. Salah satu TBM yang sudah mendapatkan izin operasional di Kabupaten Ende adalah TBM Kamubheka”, pungkasnya
TBM harus mempunyai Cor Bisnisnya sesuai dengan kondisi sosial masyarakat dan kebutuhan yang ada di suatu wilayah. Itu berarti literasinya menyesuaikan hal potensial yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan. Contohnya ada literasi Ekologis, literasi pariwisata dan juga ada literasi digital.
Untuk itu, Mensi mengajak semua elemen yang ada di daerah ini untuk menjadikan literasi sebagai sarana untuk mencerdaskan anak bangsa.
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete