Ende_lensatimur.net – Beberapa minggu belakangan ini, publik Ende terus disuguhkan dengan pemberitaan terkait aktivitas di Pasar Mbongawani Ende yang terkesan amburadul, karena para pedagang Kaki Lima (PKL) sudah menjajakan barang dagangannya hingga ke bahu bahu jalan raya sebagai lapak untuk berjualan. Fenomena ini sungguh menjadi sebuah pukulan berat bagi Pemerintah Kabupaten Ende khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Setelah mendapatkan laporan dari masyarakat terkait kondisi pasar ini, maka pihak Dinas terkait dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan Koordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kabupaten Ende, Selasa, 05/04/2022 untuk melakukan penertiban.
Kasat Pol. PP Kabupaten Ende, Emanuel Taji, SH kemudian menginstruksikan kepada Kabid Ketentraman dan ketertiban Umum (trantibum) Yosef N. Pel bersama puluhan Anggota Sat. Pol. PP untuk melakukan penertiban PKL yang ada di Pasar Mbongawani Ende sebagai bagian dari Penegakkan PERDA.
Operasi penertiban pasar bagi PKL ini ternyata hanya dilakukan oleh para anggota Sat. Pol. PP dengan tanpa dihadiri pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ende.
Kasat Pol. PP Kabupaten Ende, Emanuel Taji, SH yang ditemui media ini di ruang kerjanya, Rabu, 06/04/2022 mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dengan Dinas Perindag yang tidak konsisten dengan apa yang menjadi kesepakatan saat koordinasi yakni bersama – sama melakukan penertiban pasar.
“Untuk urusan pasar ini, kita sudah diberikan peran masing-masing sesuai regulasi. Dinas Perindag di bidang penataan dan Sat. Pol. PP di bidang Penertiban”, tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa tugas penegakkan PERDA yang kami jalani selama ini khususnya terkait penertiban PKL di Pasar Mbongawani Ende tidak maksimal, karena tidak ditunjang dengan ketersediaan lapak bagi para pedagang yang dilakukan penertiban.

“Para pedagang itu pada dasarnya mau masuk ke dalam areal pasar tetapi dengan catatan bahwa mereka diberikan lapak”, ujarnya.
Lanjut Eman Taji, tempat di dalam pasar itu sebenarnya bisa menampung para pedagang yang ada asalkan diatur secara rapih dan diberikan standarisasi ukuran lapak yang sama. Kalau ukurannya 2 x 1 meter maka semuanya harus seragam sehingga tidak ada yang monopoli ukuran bangunan.
“Untuk itu kami meminta kepada Dinas Perindag untuk melakukan penataan ulang sehingga tidak menciptakan polemik dan kesemberawutan” tandasnya.
Dirinya menyatakan sangat ironi, ketika Sat. Pol PP memaksa para pedagang untuk masuk di dalam kawasan pasar sementara di dalam pasar lapak bagi mereka tidak disediakan.
“Jujur kami juga dilema, di satu sisi Pemerintah mendorong masyarakat untuk terus meningkatkan perekonomian masyarakat melalui penjualan berbagai kebutuhan pokok di pasar, namun di sisi lain kami harus tegakkan Perda karena para pedagang sudah menyalahi aturan yang ada”, ucapnya.
Eman Taji menambahkan bahwa di suatu kesempatan saat lakukan koordinasi, Kadis Perindag pernah mengatakan bahwa pihaknya akan menata dulu kondisi pasar Mbongawani.
“Apabila setelah melakukan penataan dan para pedagang kaki lima masih melanggar baru dilakukan penertiban”, pungkas Emang Taji.
Eman Taji menuturkan bahwa dalam menjalankan Penegakkan PERDA pihaknya selalu mengutamakan pendekatan Persuasif kepada masyarakat.
“Jikalau Dinas Perindag tidak bisa tata, maka seizin Dinas terkait dan Perintah Pa Bupati Ende, kami dari Sat. Pol. PP siap untuk melakukan penataan”, imbuhnya.
Dirinya menegaskan bahwa nanti ke depannya sebagai solusi, saya akan tempatkan masing-masing 30 personil anggota Sat. Pol. PP di dua pasar tradisional yang ada di dalam kota Ende yakni pasar Wolowona dan pasar Mbongawani.
“Anggota kami akan melakukan penjagaan dan penertiban setiap hari di area pasar hingga jam pasar selesai. Hal ini kita lakukan sampai pedagang benar-benar tertib”, tutupnya.
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete