Mbay_lensatimur.net – Persekutuan Masyarakat Adat Suku Kawa Desa Labolewa Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo mendatangi Kantor Polres Nagekeo pada Selasa 24 Agustus 2021.
Kedatangan masyarakat adat suku kawa ke Polres Nagekeo yakni untuk memberikan pernyataan sikap terkait kepemilikan tanah ulayat di Lowotoro serta cakupan titik batas bidang tanah ulayat Suku Kawa yang tidak disertakan dalam pengumuman Inventarisasi dan Identifikasi Peta Bidang Tanah dan Daftar Nominatif Pengadaan Tanah Pembangunan Waduk Mbay.
Klemens Lae Selaku Juru Bicara Masyarakat Adat Suku Kawa, kepada lensatimur.net mengatakan Persekutuan Masyarakat Adat Suku Kawa tetap berkomitmen untuk mendukung Program Strategis Nasional yakni Pembangunan Waduk Mbay.
“Kalau soal pembangunan Waduk Mbay, kami dari Suku Kawa, sebagai salah satu pemilik ulayat di areal genangan Waduk, seratus persen setuju. Namun, terhadap Hak kepemilikan lahan ulayat Suku Kawa, kami harap pemerintah tidak mengabaikan itu”, tutur Klemens Lae usai bertemu Kapolres Nagekeo.
Nama Kepala Desa Labolewa disebut sebagai aktor dibalik ketidakberesan dalam urusan penyelesaian konflik kepemilikan lahan antara Suku Kawa dan Suku Nakarobho di Desa Labolewa.
Oleh karena itu, Suku Kawa mendesak pihak Polres Nagekeo untuk meminta pertanggungjawaban Kepala Desa Labolewa secara hukum, karena diduga lalai dalam menjalankan tugas kepemerintahannya, yang dapat menimbulkan konflik dan keresahan masyarakat Adat Suku Kawa.
Kekesalan masyarakat Adat Suku Kawa terhadap Kepala Desa Labolewa Marselinus Ladho bermula ketika Pemerintahan Desa Labolewa tidak melibatkan masyarakat Adat Suku Kawa dalam tahap identifikasi dan pengukuran bidang tanah hak ulayat Suku Kawa, untuk pengadaan tanah pembangunan Waduk Mbay.
“Kades Labolewa dinilai telah menciptakan konflik internal masyarakat Labolewa berkaitan dengan tahapan urusan pembangunan Waduk Mbay”, ucapnya.
Menurut Klemens, kelalaian yang dilakukan oleh Kepala Desa Labolewa yakni tidak membuat berita acara pengakuan oleh Suku Nakarobho yang disampaikan oleh Thomas Djawa Sina yang menyatakan bahwa “Tanah ulayat di Lowotoro adalah Tanah Ulayat Suku Kawa dengan status tanah Dawa Sa’o Kediwada dari Suku Wada dengan ahli waris dari keturunan Ebu Pea Dhedho.
Pengakuan Thomas Djawa Sina tersebut disampaikan Thomas pada kegiatan dengan Agenda Klarifikasi Pengaduan Masyarakat atas hasil verifikasi dan perbaikan data, yang dimediasi oleh Kepala Desa Labolewa dan dihadiri anggota Polres Nagekeo serta seluruh fungsionaris Masyarakat Adat Labo – Kawa pada tanggal 11 dan 25 Mei 2021 di Kantor Desa Labolewa.
Dalam surat pernyataan sikap masyarakat Adat Suku Kawa tersebut, yaitu mendesak pihak kepolisian Resort Nagekeo untuk meminta pertanggung-jawaban secara hukum terhadap Thomas Djawa Sina dari Suku Nakarobho yang memberikan keterangan hak ulayat tanah di Lowotoro merupakan tanah dawa sa’o kediwada dari Suku Kawa yang selalu berubah ubah. Tidak konsisten dengan pernyataan sebelumnya.
Pada tanggal 27 Agustus 2019, berdasarkan surat Persekutuan Masyarakat Adat Suku Kawa-Lambo, perihal percepatan pembangunan Waduk Mbay/Lambo, bersama 10 orang fungsionaris Adat Suku Labo, mengakui dan menandatangani surat tersebut dengan menyatakan bahwa tanah ulayat di Lowotoro merupakan tanah ulayat Suku Kawa dengan status Tanah Dawa Sa’o kediwada, termasuk tanah ulayat di Radarae dengan berbagai sa’o dan ahli waris turunan.
Namun pernyataan Thomas Djawa Sina berbeda pada tanggal 20 Mei 2021, di mana dia mengatakan bahwa tanah ulayat di Lowotoro merupakan milik Leonardus Dhenga dari Suku Nakarobho sebagaimana yang tertera pada peta yang diperlihatkan oleh tim pengadaan tanah.
Persekutuan Masyarakat Adat Suku Kawa berharap kepada Pemda Nagekeo tidak mengabaikan persoalan tersebut, karena dapat berdampak pada kelancaran proses pembangunan Waduk Mbay yang sebentar lagi akan di mulai.
Persatuan Adat Suku Kawa meminta kepada semua pihak agar proses penyelesaian sengketa lahan tersebut dilakukan dengan cara “SUMPAH ADAT”, dengan pihak manapun yang mengklaim sebagian dan atau seluruh tanah ulayat Suku Kawa, baik di Lowotoro, maupun di tempat lain.
“Harapannya agar Pemda Nagekeo untuk terlibat langsung dalam penyelesaian persoalan ini”, pinta Klemens.
Kami ingin penyelesaiannya harus dengan Sumpah Adat, biar ketahuan siapa pemilik sesungguhnya. Kalau metode penyelesaian seperti yang sudah, tidak akan selesai. Sekali lagi kami nyatakan bahwa terkait pembangunan waduk Mbay, kami dukung.
“Hal itu kami buktikan bahwa sebagian lahan kami telah diserahkan untuk pembangunan Waduk, namun jangan lupa bahwa hal yang paling penting adalah untuk mengakui hak – hak ulayat kami dari Suku Kawa. Di samping itu perlu adanya penyelesaian berkaitan dengan persoalan yang terjadi, karena ini menyangkut tanah ulayat yang diakui oleh negara”, ujar Klemens.
Kades Labolewa Marselinus Ladho ketika dikonfirmasi media ini mengatakan urusan tersebut masih dalam proses penyelesaian dengan melibatkan berbagai pihak yang bersentuhan langsung dengan lokasi tersebut.
Menurutnya, besok hari rabu tanggal 25 Agustus 2021 akan dilakukan proses penyelesaian di kantor desa labolewa. Kita akan menghadirkan beberapa pihak, baik itu suku Nakarobho maupun Suku Kawa dengan melibatkan beberapa unsur seperti Polres, Koramil dan juga Pemda Nagekeo.
“Untuk urusan itu, besok kita ketemu di kantor desa, karena besok itu salah satu waktu yang disiapkan pemerintah Desa Labolewa untuk menyelesaikan beberapa persoalan yang masih tersisa”, imbuh Marsel Ladho.
Penulis : Bambang N
Editor : Efrid Bata