Ende_lensatimur.net – Para pedagang Kaki Lima yang menjajalkan dagangan sepanjang bahu jalan di jalan Imam Bonjol Ndao datangi DPRD Ende menuntut agar tidak dilakukan penggusuran serta penertiban kawasan tempat di mana mereka mencari nafkah dan menggantungkan hidup.
Pedagang Kaki Lima dari Kota Ratu Ende Utara ini diterima oleh Pimpinan Komisi II DPRD Ende di ruangan gabungan komisi; Selasa, 15/02/2022.
Hadir dalam kesempatan dengar pendapat bersama komisi II DPRD Ende yakni Kepala Dinas Perindustrian dan perdagangan, Perwakilan dari Dinas Perhubungan, Camat Ende Utara, Lurah Kelurahan Kota Ratu serta para pedagang kaki Lima dari Ndao.
Maximus Deki yang memimpin jalannya hearing bersama DPRD, OPD dan pedagang kaki lima Ndao Ende menegaskan bahwa kedatangan masyarakat pedagang kaki lima ini untuk menindak lanjuti pengaduan mereka tertanggal, 08/02/2022 yang lalu.
“Untuk itu kehadiran kita semua di sini untuk mendengarkan secara langsung apa yang menjadi harapan masyarakat pedagang kaki lima dan klarifikasi Pemerintah terkait persoalan yang sedang dialami masyarakat pedagang kaki lima Ndao”, tuturnya
Maximus Deki melihat bahwa Pemerintah Daerah seolah – olah baru bangun dari tidur. Persoalan penantaan pedagang ini sebenarnya harus sudah dari awal dipikirkan, dan direncanakan secara baik sehingga jangan tunggu ada persoalan baru tahu ada persoalan.
Ketua Komisi II DPRD Ende, Yulius Cesar Nonga mengatakan bahwa memang ini hal dilematis yang harus diselesaikan. Mengapa dikatakan dilematis, karena Pemerintah Daerah baru melihat hal tersebut hari ini.
“Itu artinya kita dijadikan sebagai pemadam kebakaran untuk mengurai persoalan yang sebenarnya tugas Pemerintah”, ujarnya.
Lanjut Yulius Cesar Nonga, hal ini sebagai sebuah persoalan pelik yang dialami oleh Pemda Ende karena proses pembiaran dari awal
“Bila dilihat dari hak dan kewajiban maka saudara saudari kita berada pada posisi yang lemah, karena mereka menempati tanah milik negara, namun secara faktual di lapangan space – space itu sudah digunakan para PKL untuk mencari nafkah dan menggantungkan hidup mereka”, ucapnya.
Dirinya mempertanyakan apa sih urgensinya mereka dipindahkan? Hal itu sebenarnya yang menjadi dasar untuk apa mereka direlokasi dan mau diapakan tempatnya itu.
Senada dengan Ketua Komisi II DPRD Ende, Sabri Indra Dewa menyoroti apa sih yang menjadi urgensi dari relokasi itu? dan siapa yang menjadi Decision Maker dalam hal ini?
“Mengapa dikosongkan? Di sini harus jelas dikosongkan atau ditertibkan. Kita jangan hanya melihat dari sisi estetika saja tetapi perlu juga dilihat keselamatan dan harapan hidup pedagang yang sudah bertahun-tahun di situ”, tandasnya.
Sementara itu, Fian Moa Mesi menegaskan bahwa pemerintah harus menyiapkan data dan dokumen yang valid, sebagai dasar dan alasan untuk melakukan penertiban.
“Kelurahan adalah pihak yang bertanggungjawab terkait data dan dokumen bagi para PKL ini karena semuanya harus sepengetahuan Lurah”, paparnya.
Dia menjelaskan bahwa hal ini sudah dari awal kami ingatkan Pemerintah Daerah, namun yang terjadi adalah pembiaran sehingga menyebabkan jumlah PKL-nya semakin banyak.
“Lakukan kajian dengan baik, libatkan semua sektor terkait agar bisa melahirkan keputusan yang tepat,” imbuhnya.
Berdasarkan data yang disampaikan Lurah Kota Ratu, pada tahun 2018, jumlah pedagang yang menempati kawasan itu sebanyak 23 orang dan saat ini sudah bertambah menjadi 48 orang.
Pada tahun 2018 lalu, Pèmerintah Kelurahan Kota Ratu telah membuat kesepakatan dengan warga khususnya pedagang yang menempati bahu jalan. Salah satu poin kesepakatan, yaitu pedagang bersedia kosongkan tempat jika Pemda Ende melakukan pembangunan kota.
Lenny Aryani salah seorang pedagang kaki lima di wilayah Ndao mengatakan bahwa kami mau direlokasi asalkan Pemerintah menyiapkan tempat bagi kami untuk bisa berjualan untuk hidup dan masa depan kami.
“Apabila Pemerintah sudah melakukan penataan, tempat tersebut jangan diberikan kepada orang lain, tetapi kami sendirilah yang menempatinya”, pinta Lenny.
Muhamad Syahrir, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ende, mengatakan, pemerintah telah berencana merelokasi pedagang ikan yang saat ini menempati kawasan itu ke Pasar Mbongawani, Wolowona dan Potulando. Sedangkan pedagang lain disiapkan tempat khusus setelah penataan.
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete