Oleh
Fr. M.Yohanes berchmans, bhk, M.Pd Ka SMPK Frateran Ndao “Kita mengubah dunia bukan dengan apa yang kita katakan atau lakukan, tetapi sebagai konsekuensi dari telah menjadi apa kita,… David R. Hawkins”
Ende_ lensatimur. net_ Setiap tahun kita merayakan tahun baru, namun apa MAKNA TAHUN BARU bagi kita? Tahun baru hanya akan bermakna, manakala kita dilahirkan secara baru, sebagai manusia baru yang memiliki hati yang baru, dan budi yang baru, kepribadian yang baru (sikap, perilaku, tutur kata dan perbuatan) yang mencirikan manusia yang baru.
Namun, yang perlu digaris bawahi, bahwa manusia baru disini harus dikaitkan dengan peristiwa NATAL. Artinya peristiwa NATAL, harus dimaknai BUKAN hanya memperingati hari raya kelahiran Sang Imanuel, TETAPI, harus menjadi NATAL kita secara rohani, yakni kita dilahirkan secara baru, dengan menanggalkan cara hidup manusia lama, dan mengenakan manusia baru dengan cara hidup yang baru. Atau dengan kata lain, peristiwa NATAL, harus melahirkan suatu KOMITMEN menjadikan hidup kita BERUBAH yang menghasil BUAH PERTOBATAN. Jadi, peristiwa NATAL harus memiliki garis lurus dengan PERTOBATAN. Inilah makna NATAL yang sesungguhnya. Jika peristiwa NATAL tidak mampu menjadikan kita lahir sebagai manusia baru, maka peristiwa NATAL, hanyalah upacara atau ritus tahunan TANPA makna. Kalau demikian, maka TAHUN BARU juga hanyalah pergantian tahun lama dan tahun baru (kalender atau penanggalan) tanpa MAKNA bagi kita manusia.
Sebab, sesungguhnya MAKNA TAHUN BARU adalah kita manusia yang dilahirkan secara baru, berkat peristiwa NATAL. Dengan demikian, sesungguhnya ada hubungan yang linear antara peristiwa NATAL dan TAHUN BARU. Jadi, jika kita tidak hidup sebagai manusia yang baru di tahun yang baru, maka tahun baru hanya sebuah nama tanpa makna. Artinya, tahun boleh baru, tetapi manusianya tetap manusia lama. Dengan demikian, tahun baru hanya akan bermakna, jika kita hidup secara baru, cara berpikir, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindak kita HARUS-LAH BERUBAH, HARUS-LAH BARU, dengan meninggalkan cara dan kebiasaan hidup kita yang lama, buruk, jahat dan mengenakan manusia baru dengan cara hidup yang baru, yang baik, dan benar serta menyenangkan, dan mengagumkan sesama.
Apalagi ditengah keberagaman, sangat dibutuhkan keharmonisan, kedamaian, kerukunan, kasih sayang, toleransi dalam hidup, walau kita beda suku, agama, budaya atau RAS. Jika tidak, maka akan terjadi situasi yang “chaos”. Maka tahun baru, harus menjadi momentum untuk kita saling BERKOMITMEN, agar di tahun yang baru, yang juga disebut sebagai tahun politik dengan tensi atau suhu politik yang semakin tinggi dan memanas, maka kita semua diharapkan calm down baik dalam pikiran maupun hati kita dan baiklah kita hidup dan lahir secara baru. Ingat pilihan politik boleh berbeda, tetapi nilai persatuan dan persaudaraan tetap dijaga.
Para elit politik, para tokoh agama, para akademisi, agar MEMBERIKAN kata-kata yang menyejukan, damai, menenteramkan, menyenangkan, dan BUKAN kata-kata yang provokatif, menghasut. Dan seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikkan, semakin banyak gelar, titel, semakin berilmu, semakin terhormat, harusnya juga semakin rendah hati, semakin bersahaja dan bijak, boleh mengkritik ASAL diksi kata yang tepat, dan harus ada solusi serta BUKAN kritik lepas, sebab itu namanya kritik yang krisis, seperti pribahasa “tong kosong nyaring bunyinya” dan juga harus beretika artinya sopan dalam berkata, serta santun dalam bertindak, dalam bersikap, dalam berperilaku, dan dalam bertutur kata. Sebab apa gunanya menyandang status elit politik, tokoh agama, akademisi, tetapi tidak bisa MEMBERIKAN teladan hidup yang baik dan benar sebagai seorang tokoh, dalam bersikap, dalam berperilaku, dalam bertutur kata dan dalam bertindak? Oleh karena itu, jika, kita sungguh-sungguh MEMAKNAI tahun baru, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh kita secara pribadi, tetapi juga bisa dirasakan oleh sesama, mulai dari keluarga, masyarakat dan bangsa.
Jika, kita mampu mengubah “dunia” diri kita, niscaya kita mampu mengubah dunia yang luas di sekitar kita. Cerita berikut, mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita. Cerita ini diketahui tertulis di makam seorang Uskup Anglikan di Westminster Abbey, sekitar 1100 AD. tentang seorang pria yang ingin mengubah dunia, sbb: “Ketika aku masih muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini. Maka aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.
Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku.Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Ternyata aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.
Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini”.
Pesan yang dapat kita petik dari cerita di atas adalah, jangan pernah bermimpi yang muluk-muluk, yang spectakuler atau melakukan hal-hal yang besar, luar biasa, melainkan mulailah dengan melakukan hal-hal yang realistis, sederhana dan kecil yang bisa dilakukan dan diwujudkan dengan tindakan nyata. Saling memaafkan, mengampuni, satu dengan yang lain, satu kelompok dengan kelompok yang lain, adalah contoh hal-hal yang realistis, nyata dan sederhana.
Tidak ada gunanya, kita hidup dalam permusuhan, sedangkan kita berasal dari Allah yang satu dan sama. Itu berarti kita adalah bersaudara, kita adalah satu keluarga dalam Allah. Maka, berkaca dari situasi bangsa kita sekarang ini, para elit politik, tokoh-tokoh agama, para akademisi, LSM, para politikus, pengamat atau sejenisnya, atau siapa saja tidak jauh dari seorang pria dari cerita di atas, yang memiliki mimpi atau semboyan menjadikan indonesia NKRI adalah harga mati.
Untuk mewujudkan ini, maka kita harus mulai mengubah diri kita, mindset atau cara berpikir kita. Sebagaimana yang diucapkan oleh Plato bahwa “sumber setiap perilaku adalah pikiran. Dengan pikiran kita bisa maju atau mundur, dengan pikiran kita bisa bahagia atau sengsara”. Karena itu, “Plato” sekali lagi menegaskan ”ubah pikiran anda, niscaya kehidupan anda berubah”.
Andaikan ini yang terjadi, maka damailah Indonesiaku, damailah Indonesia kita. Ingat, Indonesia adalah kita semua yang hidup di persada indonesia., bukan hanya milik sekelompok orang, suku, agama, budaya atau RAS tertentu. Namun, hal ini hanya akan menjadi sebuah retorika belaka, manakala kita secara pribadi kita tidak dapat mengubah mindset atau cara pikir kita tentang sesama, kelompok, suku, agama, budaya atau RAS tertentu, maka cita-cita semboyan indonesia menjadi NKRI adalah harga mati, akan tetap menjadi sebuah slogan.
Oleh karena itu, jika kita yang menghuni bumi persada indonesia memiliki komitmen yang satu dan sama menjadikan indonesia NKRI, maka mindset pribadi, kelompok, suku, agama atau golongan kita, harus diubah, dilebur menjadi mindset bersama tanpa ada sekat suku, agama, budaya atau RAS, SARA.
Ingat, sekali lagi, kita adalah satu keluarga dalam Allah, karena kita diciptakan oleh Allah yang satu dan sama. Kita diciptakan hanya dengan satu predikat yang sama, yakni MANUSIA. Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara umum manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain, dalam berinteraksi dengan manusia yang lain.
Dan tentunya, dalam berinteraksi, manusia yang berakal budi harus bisa mengontrol dirinya, emosinya, dalam bersikap, berperilaku, bertutur kata dan bertindak. Itulah hakikat manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk social, sebagai makhluk mulia yang berakal budi, yang membedakan dengan hewan atau binatang. Jangan sampai hewan atau binatang lebih beradab dari manusia.
Di eja lebih jauh, bahwa dengan berakal budi, manusia sesungguhnya haruslah semakin BERIMAN, BERADAB, BERBUDAYA dan BERKUALITAS, dalam bersikap, berperilaku, bertutur kata dan bertindak, yang mencerminkan sebagai makhluk Tuhan yang mulia dan berakal budi.
Oleh karena itu, maka perlakukan sesama manusia sebagai “homo homini socius”, yang berarti manusia yang lain sebagai teman, sahabat, saudara, sebagai satu keluarga dalam Allah, walau suku, agama, budaya atau RAS, status sosial kita berbeda. Jangan pernah memperlakukan sesama yang berbeda suku, agama, budaya, atau RAS, sebagai musuh, yang harus dibunuh, dimangsa seperti seekor serigala “homo homini lupus”.
Sebaliknya, sesama manusia, termasuk ciptaan lain adalah juga sesama saudara yang harus dijaga, dipelihara, dirangkul, diayomi, diasah, di asuh dan diasihi. Jika kita disebut sebagai manusia berakal budi, namun sikap, perilaku, tutur kata dan perbuatan kita, selalu menghasut, memprovokasi, memecahbelah serta menciptakan permusuhan, kerusuhan, antar sesama dan alam sekitar, maka pribadi tersebut, bukanlah manusia yang berakal budi, bukanlah manusia yang BERIMAN, BERADAB, BERBUDAYA. Dan BERKUALITAS.
Akhirnya, mari kita hidup secara baru di tahun yang baru, dengan mengenakan manusia baru, yang memiliki HATI dan BUDI yang BARU, yang diwujudkan lewat sikap, perilaku, tutur kata yang sopan dan tindakan yang santun yang mencerminkan ciptaan Tuhan yang berakal budi, BERIMAN, BERADAB, BERBUDAYA dan BERKUALITAS. Dengan demikian, pribadi yang BERIMAN, BERADAB, BERBUDAYA dan BERKUALITAS, merupakan buah dari insan yang berakal budi atau makhluk berpikir.
Seorang ilmuwan bernama “Pascal” berujar “kemuliaan manusia terletak pada pikirannya”. Hal ini, sesuai dengan kodrat manusia yang diciptakan sebagai makhluk mulia oleh Tuhan, karena manusia dikaruniai akal budi atau pikiran.
Oleh karena itu, “Socrates” berkata “dengan pikiran seseorang bisa menjadi berbunga-bunga atau berduri-duri”. Semoga di tahun baru ini, kita semua menjadi bunga-bunga yang indah nan segar, semerbak aromanya yang menghiasi “dunia” di sekitar kita. Indah bumiku indonesia, lestari bangsaku, damai hatiku, hatimu. Dengan demikian KITA adalah INDONESIA, KITA adalah PANCASILA. Hanya dengan begitu, TAHUN BARU akan bermakna bagi SAYA, ANDA DAN KITA…HAPPY NEW YEAR 2020… BE A NEW MAN.