Ende_lensatimur.net – Kades Detusoko Barat, Ferdinandus Watu, S.Fil mendapat sebuah kesempatan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang untuk menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Akuntansi dan Managemen Ekonomi (SAME 4) yang diselenggarakan oleh Program Studi (Prodi) Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB), yang berlangsung di Jayakarta Hotel Labuan Bajo, Manggarai Barat; Selasa, 14/03/ 2022.
Seminar Nasional dengan tema Tantangan Digitalisasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Menuju New Society 5.0, menghadirkan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo sebagai pembicara utama, Kemudian juga menghadirkan 2 (dua) narasumber lainnya, yaitu: Kepala Desa Detusoko, Kabupaten Ende, Ferdianus Watu, dan Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores, Shana Fatina.
Hal itu disampaikan Nando Watu sapaan akrab Kades Detusoko Barat dalam rilis tertulis yang diterima media ini; Rabu, 16/03/2022.
Nando mengatakan bahwa Wisata premium ala kampung adalah sebuah konsep wisata yang menonjolkan originalitas, lokalitas, keaslian dan keunikan sesuai dengan Citarasa Flores, yang berbasis pada ‘living like a locals’. Be a Floreness /hidup seperti orang lokal dan menjadi seperti kebiasaan kita orang Flores itulah yang dinamakan premium.
“Premium itu harus mampu membawa pemahaman, pertukaran pengalaman, edukasi pada nilai – nilai kearifan lokal serta secara serentak menggerakan bersama untuk menjaga alam, melestarikan budaya dan mendukung orang orang lokal, ” ujarnya.
Nando menunturkan bahwa biasanya makin ke kampung, makin asli, makin primitif/makin original narasinya makin kuat. Semakin memiliki keasliannya maka makin banyak yang cari dan itu tentu akan menjadi lebih mahal.
Originalitas dan keaslian ini adanya di kampung – kampung dan tentunya hanya ada di desa. ‘Tradisionalisme adalah masa Depan’, ini kata Avlin Tovler salah seorang Penulis Buku The 4th Wave” Yang tradisional itu berdekatan dengan yang ada di desa.
“Jiwa wisata premiun adalah pengalaman. Dengan demikian bila bicara wisata premium tanpa melibatkan konsep tentang Pengalaman di desa wisata, dengan aneka nilai – nilai tradisional dan kearifan lokal yang ada, itu ibarat bangun wisata namun tidak ada jiwanya (roh), ” ucapnya.
Nando menjelaskan bahwa premium itu adalah hal – hal yang berkaitan dengan pengalaman. Bagi wisatawan ketika datang ke flores, selain menikmati keindahan alam, pantai, gunung, dan budaya lokal namun wisatawan juga harus mendapatkan Pengalaman hidup yang lebih, yakni melalui interaksi langsung antara tamu dan tuan rumah.
“Ada ruang saling belajar dan memperkaya pemahaman serta pengetahuan, di mana hal terpenting adalah bagaimana memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat lokal. Pariwisata adalah pergerakan, tidak hanya untuk sesuatu yang bisa dilihat, diraba secara fisik (tangible), namun lebih itu juga berkaitan dengan hal-hal yang tidak bisa dilihat /disentuh seperti pikiran, pengetahuan, pengalaman, dan emosi (Integible),” Papar Nando dihadapan Rektor dan seluruh civitas akademika Undana dan 80- an peserta Sidang Pleno APSMBI dan Seminar SAME 2022 dari seluruh Indonesia ini.
Sementara itu, Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo, Shana Fatina dalam materinya disampaikan oleh Sisilia Lenita Jemana lebih fokus pada Amenitas sertifikasi CHOSE untuk hotel dan restoran.
“Di samping itu ada atraksi dengan pembangunan Waterfront city, puncak Waringin, 30 Desa Wisata Tematik. Ini dalam konteks hubungan dengan Industri melalui Floratama academy, Floratama digital Investment, made in Floratama, pass floratama, floratama travel pass, Dan dalam kaitan dengan desa, membuat 30 Desa wisata Tematik dan pengembangan Pariwisata berbasis Masyarakat di 9 Desa Wisata”, tuturnya.
Senada dengan apa yang disampaikan Nando Watu, Rektor Undana, Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M. Sc ketika membuka acara Seminar mengatakan bahwa Pemprov NTT sebelumnya telah menetapkan pariwisata sebagai prime mover (penggerak utama) pembangunan ekonomi di NTT. Untuk itu, sumber daya lokal yang dimiliki, baik wisata alam, budaya, bahari dan lainnya harus menjadi kekuatan untuk membangun NTT.
Di tengah stigma NTT sebagai provinsi miskin dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berada dalam kategori di bawah, maka tantangan terbesar adalah bagaimana semua stakeholder dan pemangku kepentingan untuk bisa melakukan hal-hal yang inovatif dan produktif agar bisa keluar dari stigma tersebut. Pariwisata harus menjadi lokomotif utama dalam membebaskan masyarakat NTT dari keterpurukan ekonomi maupun SDM.
“Pembangunan apa saja harus dimulai dari manusia, pariwisata dalam segala kemajuan harus berpihak pada masyarakat lokal. Apa gunanya kemajuan, apabila masyarakat jadi penonton. Kalau masyarakat jadi penonton, berapa banyak rupiah yang akan dipegang masyarakat lokal kita?”, imbuh Rektor sembari mengajak pemerintah dan para akademisi untuk memikirkan konsep digital seperti apa?, yang harus diintrodusir kepada masyarakat lokal untuk bersaing dengan para pebisnis di tengah kompetisi dunia digital dalam bidang pariwisata. ***
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete