Ende_lensatimur.net – Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan bahwa pariwisata adalah ‘prime mover’ dalam menunjang kemajuan dan kesejahteraan masyarakat NTT. Hal itu dikarenakan hampir seluruh wilayah NTT memiliki keanekaragaman wisatanya Masing-masing. Kekayaan pariwisata di setiap daerah tersebut harus diberdaya dan dikembangkan secara baik. Untuk itu dalam mengembangkan ‘tourism’, dibutuhkan konsep teori mutakhir tentang Triple Helix, yang dipopulerkan oleh Etzkowitz dan Leydersdorff (1995), adalah suatu pendekatan dalam menciptakan sinergi kerjasama dari tiga aktor yaitu akademik (A), bisnis (B), dan pemerintah (G) untuk membangun ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge – based economy).
Hal tersebut dikatakan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat di sela – sela kunjungannya di Desa Detusoko Barat, Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, Selasa, 25/05/2021.
Viktor laiskodat menyoroti pentingnya rantai nilai pasokan ekonomi dalam menunjang sebuah pariwisata. Pariwisata akan berkembang baik, apabila rantai pasokan ekonomi semuanya berasal dan diperoleh dari daerah pariwisata itu sendiri. Mengapa demikian? Karena indeks kemajuan dan keberhasilan pariwisata itu dapat dihitung dari tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah pariwisata itu sendiri
“Untuk itu semua kebutuhan pariwisata harus disiapkan secara baik oleh pelaku wisata, maupun masyarakat sekitar agar mampu menggaet banyak wisawatan, sehingga berpeluang untuk meningkatkan geliat ekonomi masyarakat”, ungkap Viktor.
Dia mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Kepala Desa Detusoko Barat bersama masyarakatnya dalam membangun ‘community base tourism’. Ini adalah sebuah gambaran bahwa masyarakat sudah tidak jadi penonton lagi, tetapi menjadi pelaku pariwisata yang proaktif untuk memperkenalkan destinasi wisatanya maupun produk – produk lokal sehingga bisa dikenal baik di tingkat regional, nasional maupun internasional.
“Dunia digital sekarang ini, mengharuskan setiap individu ataupun pelaku wisata untuk terkoneksi dengan star-up atau market place pada platform tertentu untuk mempromosikan wisata ataupun produk – produk lokal yang bernilai tinggi agar mampu dikenal dan juga bisa mendatangkan pemasukan bagi daerah wisata itu sendiri”, pungkasnya.
Lanjut Viktor, sebuah konsep pariwisata membutuhkan sebuah narasi yang baik agar bisa diterima oleh banyak orang. Hal terpenting dari sebuah narasi adalah ‘story telling’, di mana dengan sebuah cerita yang menarik dan unik, membuat siapapun yang mendengar menjadi terpesona, dan akhirnya dia pun mau untuk melihat pariwisata yang kita miliki.
Sementara itu Kepala Desa Detusoko Barat, Ferdinandus Watu mengatakan bahwa dalam mendukung ‘Community base tourism’ pihaknya bersama masyarakat melalui Bumdes Au Wula telah membentuk 2 (dua) unit usaha yakni perdagangan dan pariwisata. Semuanya sudah berproses secara baik bahkan memberikan nilai positif bagi masyarakat Detusoko Barat.
“Hal ini kami jalankan dengan ‘konsep pentahelix’ atau multipihak dimana unsur Pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan potensi lokal Desa dan kawasan perdesaan. Potensi lokal Desa dan kawasan perdesaan yang tetap mengedepankan kearifan lokal dan bersumber daya lokal”, tuturnya.
Lanjut Nando Watu sapaan akrab Kades Detusoko Barat, angka kunjungan wisatawan yang datang ke Detusoko Barat dari tahun 2018 – 2020 mencapai 1120 wisatawan. Angka ini adalah sesuatu yang sangat signifikan, karena berdampak langsung dengan pendapatan dan ekonomi masyarakat Detusoko Barat.
“Untuk menunjang pariwisata di Detusoko Barat, kami telah memiliki 20 Home Stay. 5 Home Stay yang standar dan 15 lainnya masih dalam proses”, ujar Nando
Nando berharap agar seluruh produk lokal dari semua desa yang ada di Kabupaten Ende bisa masuk dalam ranah premium.
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete