Mbay_lensatimur.net – Nagekeo Berduka. Sang Maestro penenun kain tradisional dhowik Mbay, Siti Hawa Syahira Mane Tima telah kembali ke haribaan Sang Khalik ; Selasa, 12/10/2021 di Kediaman jalan Jenderal Soeharto Mbay.
Innalillahi wa inna ilaihi rojiāun, menjadi untaian kata doa mengiringi kepergian sang maestro ke tempat peristirahatan terakhir.
Warga masyarakat Nagekeo sungguh merasakan kehilangan sosok seni tradisional yang pernah menenun keindahan sejarah budaya dalam motif kain adat dhowik Mbay Nagekeo yang sudah tersohor hampir ke seluruh penjuru dunia.
Sang Maestro Seni menenun kain adat dhowik Mbay Nagekeo ini lahir di Mbay pada tahun 1911 dan tutup usia tahun 2021 dalam usia 110 tahun.
Almarhumah Siti Syahira Mane Tima adalah salah satu sosok yang turut berjuang melestarikan kain tenun adat Mbay ( Dhowik) sejak masih usia remaja. Beberapa karya terbaiknya kini tersimpan rapi di museum of cultural history university California Los Angeles USA (sumber : Buku Roy W. Hamilton dengan judul
GIFT OF THE COTTON MAIDEN ‘Textiles Of Flores and Solor Islands’.
Kecintaan akan dunia seni dan budaya Mbay, serta demi melestarikan kain adat motif (Dhowik) membawa almarhumah menjadi sosok yang sangat dikenal di kalangan masyarakat Mbay Nagekeo secara khusus akan karya seni tangannya dalam merajut beragam corak, khas, atau motif menjadi sebuah kain adat (Dhowik) yang memiliki nilai seni dan harga yang begitu tinggi.
Sebagai penghormatan atas jasa beliau dalam melestarikan budaya Nagekeo khususnya karya tenun dhowik Mbay, Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do juga turut hadir mendoakan dan menghantar Sang Maestro hingga ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Dalam Sambutannya, Bupati Don mengatakan bahwa masyarakat Nagekeo secara umum telah kehilangan sosok penenun kain adat yang begitu fenomenal.
“Sulit untuk menemukan sosok pejuang budaya seperti Almarhumah Siti Syairah ini, karena walaupun di usia 1 abad lebih, beliau masih saja terus memberikan pengetahuan tentang bagaimana menenun kain dhowik secara baik dan benar kepada para generasi penerusnya hingga tutup usia”, ucap Bupati Don.
Bupati Don menceritakan secuil kenangan saat berkunjung ke kediaman almarhumah beberapa waktu lalu bersama ibu ketua Dekranasda Nagekeo. Ketika itu saya sempat berdiskusi bersama beliau tentang bagaimana mempertahankan warisan mahakarya ini ke generasi berikutnya di tengah gempuran tekhnologi gadget yang semakin tidak terbendung.
Kepada Bupati Don Almarhumah pun mengatakan bahwa hampir seluruh masa hidupnya, dia baktikan untuk mendidik dan mengajar generasi masa kini yakni putri dan gadis Nagekeo untuk menenun kain dhowik Mbay. Untuk itu dia tidak pernah ragu, apabila suatu saat nanti dirinya tidak ada lagi di dunia ini, karena baginya sudah ada pengganti dan generasi yang bisa meneruskan maha karya tenun dhowik ini ke depannya.
Di akhir diskusi almarhumah sempat berpesan kepada Bupati Don agar di saat dirinya meninggal, Bupati harus datang untuk melayat jenazahnya. “Sampa aku mata, neka mabhong mai rokot aku e”, Kenang Bupati Don mengutip kalimat terakhir Almarhumah Siti Syahirah dalam bahasa Mbay.
Lebih lanjut Bupati Don menegaskan bahwa salah satu wujud peninggalan budaya Mbay yang harus tetap dipertahankan keberlangsungannya adalah kain adat Dhowik.
Dirinya berharap, setelah kepergian almarhumah Syairah, akan lahir penenun – penenun handal lainnya yang bisa menenun dan memahami filosofi di balik keindahan motif yang ada pada kain tenunan dhowik Mbay tersebut.
“Kedepannya nanti setelah kantor Perpustakaan Nasional selesai dibangun, karya tangan mama syahirah ini akan dipajang disana”, tandas Bupati Don.
Diakhir sambutannya, Bupati Don memberikan penghormatan terakhir dan mengucapkan turut berbelasungkawa terhadap keluarga almarhumah, mewakili pemerintah dan seluruh masyarakat Nagekeo.
“Saya selaku Bupati Nagekeo mewakili seluruh masyarakat Nagekeo mengucapkan Selamat jalan sang maestro, semoga arwahmu mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa, sesuai dengan amal bhaktimu selama hidup”, Ungkap Bupati Don.
Sementara itu, salah satu cucu almarhumah yakni Ustadz Asykari Syamsudin mengisahkan bahwa Almarhumah Syairah Mane Tima pernah dikunjungi budayawan Kanada pada tahun 1984 untuk melakukan penelitian corak motif kain adat Mbay (Dhowik).
“Waktu itu ada pertukaran Pemuda Indonesia – Kanada tahun 1984 untuk penelitian budaya lokal dan salah satu objek kunjungan yaitu di rumah almarhumah Siti Syairah berkaitan dengan corak motif Dhowik. Alhamdulillah berkat almarhumah, saat itu salah satu sampel motif dhowik dibawa ke Kanada melalui menteri Kebudayaan Republik Indonesia”, kisah Ustadz Asykari Syamsudin di rumah duka pada Rabu 13 Oktober 2021.
Penulis : Bambang N
Editor : Efrid Bata