Sikka_Lensa Timur.net – Perempuan adalah penjaga nilai-nilai budaya. Dari tangan merekalah, generasi dapat belajar mengenal aneka ragam motif tenun ikat sebagai warisan budaya yang memiliki arti, nilai dan makna. Budaya adalah identitas dan jati diri suatu suku, golongan, atau daerah tertentu.
Perempuan tidak harus berdiri di panggung kekuasaan dan politik.(red). Dengan duduk merangkai motif tenun pun, perempuan sudah tampil sebagai penjaga dan pewaris kearifan budaya lokal yang bernilai tinggi baik ke tingkat Regional, Nasional maupun Internasional.”
Demikian hal itu diutarakan Maria Veronika Sue, selaku perintis dan pendiri Sanggar Ikat Tenun ‘Bida Mitan’, yang ada di kampung Guru, Desa Takaplager, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ditemui media Lensa Timur.net, Jumat 21/08/2020.
Venny Sue adalah penggagas dan pendiri Sanggar Tenun Ikat Bida Mitan yang didirikan tahun 2017 silam.
Dia mendirikan Sanggar Tenun Ikat ini, berawal dari ketertarikan dan keterpanggilannya untuk memperkenalkan dan mempromosikan khasanah budaya Tenun Ikat Sikka.
Awalnya, Venny memberanikan diri untuk mengajak dan meyakinkan beberapa orang anggota keluarga dekatnya, untuk berani memulai usaha Tenun ikat ini walaupun dengan fasilitas peralatan tenun seadanya.
Semuanya itu berangkat dari niat, cita-cita serta kerinduan saya agar di kampung Guru tercinta ini memiliki Sanggar Ikat Tenun.
Lanjut Venny, dengan beberapa orang anggota keluarga yang diajaknya, dia memulai aktivitas ikat tenun di daerah nya ini dengan segala keterbatasan namun secara perlahan mulai berkembang dan menuju pada kemajuan dan daya dukung yang besar dari masyarakat sekitar.
Hal ini terlihat dari respons dan antusias yang tinggi dari keluarga dan beberapa orang mama-mama yang secara sukarela mau bergabung dan menjadi penenun dan di Sanggar Tenun Ikat ini.
Sebuah awal yang baik, perlahan membangkitkan rasa bangga bagi penenun serta warna sekitar Kampung Guru.
Keberadaan Sanggar lkat Tenun ini, ternyata mampu menciptakan Suasana kekeluargaan yang tinggi di antara warga Kampung Guru sekaligus membangkitkan harapan mereka akan sebuah bentuk kehidupan ekonomi yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Venny adalah Mantan Ketua (OMK) Paroki Santo Yosef Wairpelit mengatakan bahwa cikal bakal berdirinya Sanggar Ikat tenun ini adalah berkat dukungan dan dorongan mendiang kedua orang tuanya.
Mereka (Mendiang Orang tua, red), terobsesi untuk melakukan hal itu, namun semuanya tidak kesampaian karena terbatas dan terkendala berbagai hal.
Dia mengutarakan bahwa semuanya terjawab saat saya sudah mulai membuka dan merintis usaha Sanggar Tenun Ikat ini.
Sebagai Orang Sikka, saya merasa sangat bangga, karena dengan karya Tenun Ikat ini membuat kita semua menjadi ingat dengan warisan budaya serta punya semangat untuk terus merawat dan menjaga warisan budaya ini dengan baik.
Mendiang kedua orang tua saya selalu memberikan motivasi untuk tidak saja bekerja untuk diri sendiri. Yang paling penting adalah bagaimana menularkan hal-hal yang positif kepada sesama, sekalian menjadi saluran berkat bagi sesama yang membutuhkan.
Wanita yang juga sering tampil sebagai Master Of Ceremony (MC) di beberapa acara di Kota Maumere ini, dalam berbagai acara selalu tampil dengan busana khas asli tenun ikat Sikka.
Venny pun berkisah bahwa, pemberian nama sanggar ikat tenun ini dengan nama Sanggar Ikat Tenun ‘Bida Mitan’ adalah bukan hanya sekedar sebuah nama tapi lebih dari itu adalah spirit atau semangat yang menjiwai seluruh pelaku karajinan Tenun yang melahirkan karya-karya berarti bukan saja hanya untuk orang Sikka tetapi untuk semua orang yang mencintai budaya Sikka.
Salah satu spirit perjuangan dan warisan leluhur yang hingga kini menjadi kekhasan adat-budaya setempat, yakni peninggalan ‘Bida Mitan’ (parang hitam). Dari nama inilah yang kemudian diambil oleh saya untuk menamakan Sanggar Ikat Tenun kami sebagai “Sanggar Ikat Tenun Bida Mitan”.
Selain itu, ada kaitan dengan pemberian nama Desa ‘Taka Plager’ (kapak silang) yang juga menjadi salah satu peninggalan leluhur.
Pada awalnya ada inspirasi untuk memberi nama Sanggar ‘Kuwu Bensa’ (rumah berkat). Namun pada akhirnya diputuskan memakai nama ‘Bida Mitan’ sebagai spirit untuk mengangkat dan menjaga spirit leluhur. Ke depan, motif ‘Bida Mitan’ akan ditonjolkan dan menjadi kekhasan, terangnya.
Dalam kegiatan ikat tenun kami setiap hari biasanya memulai dengan fasilitas dan bahan seadanya.
Venny yang juga bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka ini, berharap agar kegiatan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak; baik itu pihak swasta, pemerintah daerah maupun pusat.
Kelompok Ikat Tenun Ini perlu mendapat bantuan rangsangan dana dari Pemerintah agar pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat pengrajin dan usaha Tenun ini bisa eksis ke depannya. Dampaknya adalah ekonomi masyarakat bisa lebih baik. Tandasnya.
Kami tertarik dengan gebrakan Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Ibu Julie Sutrisno Laiskodat, yang terus mendorong usaha-usaha kelompok tenun ikat di NTT agar ikut bersaing di kancah nasional maupun internasional.
Kami titipkan pesan agar Bunda Julie bisa mampir di Sanggar Ikat Tenun ‘Bida Mitan’ Sikka. Kami menanti dengan penuh harap dan rindu, pinta pemilik zodiak Taurus kelahiran 18 Mei 1984 ini. (LT/Tim)