Ende_Lensatimur.net_ Sungguh Miris dirasakan masyarakat pelosok di wilayah bagian barat kabupaten Ende khususnya Desa Kerirea, Kecamatan Nangapanda yang harus bertaruh nyawa melewati derasnya terjangan aliran arus Kali Ndetufeeo. Kali ini menjadi satu – satu akses untuk menghubungkan keempat desa yang ada di Nangapanda yakni desa Kerirea, desa Sanggaroro, desa Jemburea dan desa Timbazia
Warga di keempat desa ini sudah bertahun tahun lamanya tak mendapatkan akses isolasi khususnya jalan yang memadai, untuk menghubungkan arus transportasi dari dan menuju 4 (empat) desa di dalam wilayah kecamatan Nangapanda. Keprihatinan ini menjadi sangat beralasan ketika di musim penghujan tiba dengan intensitas curah hujannya yang sangat tinggi, maka pergerakan akses barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan ekonomipun menjadi semakin sulit, karena masyarakat harus bertaruh nyawa melewati kali yang besar dengan arus yang deras untuk bisa mendapatkan barang tersebut.
Melalui sambungan telephone selulernya, Kepala Desa Kerirea, Urbanus B. Karo kepada media lensatimur.net, Sabtu, 06/02/2021 membenarkan kondisi dan keadaan yang terjadi di kali Ndetufeeo Kerirea; di mana masyarakat harus menerjang banjir untuk menuju ke desanya.
Kades Kerirea menjelaskan bahwa kali Ndetufeeo adalah akses jalan satu – satunya sebagai poros tengah yang menghubungkan empat desa dalam kecamatan Nangapenda kabupaten Ende.
Ketiadaan jembatan penghubung yang menghubungkan ke 4 desa tersebut, membuat warga harus nekat menerjang banjir serta derasnya arus sungai Ndetufeeo agar bisa sampai ke kampung halamannya. Hal ini memang sangat miris, karena memiliki tingkat resiko yang sangat besar dan bisa mengakibatkan korban jiwa. Tetapi itulah kenyataan yang kami alami pak, ungkap Kades Kerirea.
Dengan bermodalkan seutas tali yang direntangkan sepanjang sisi kali ndetufeo, masyarakat harus berjuang dan berani ambil resiko untuk menyeberangi banjir serta derasnya aliran arus agar aktivitas roda perekonomian tetap berjalan.
Menyadari akan tingginya kebutuhan dan permintaan masyarakat akan kebutuhan ekonomi keluarga, maka walaupun dengan tantangan kondisi alam yang begitu beresiko, mereka tetap berusaha dan berjuang memikul barang dagangan, barang komoditi dan hasil bumi lainnya untuk di jual ke pasar.
Selain itu putra putri generasi penerus bangsa di dunia pendidikan khususnya di tiga desa, harus merasakan dan mengalami suram dan pahitnya kehidupan, karena untuk mendapatkan pendidikan mereka sebagai tunas bangsa harus rela bertaruh nyawa melewati derasnya arus banjir. Inilah realita kehidupan yang perlu menjadi perhatian bersama semua pihak dan elemen di daerah ini, secara khusus pemerintah daerah; agar kue pembangunan harus bisa dibagi secara adil dan merata sehingga hal itu kami di ke 4 desa ini bisa juga merasakan hal tersebut, pintanya.
Urbanus mengatakan bahwa kami masyarakat di 4 (empat) desa ini sudah mengusulkan pembangunan jembatan ini berkali – kali, baik kepada pemerintah kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan pusat; namun sampai saat ini belum ada tanggapan dan jawaban sedikitpun. Kami merasa sepertinya dianak tirikan dari desa -desa lain yang ada di kabupaten Ende ini, terangnya.
Kami berharap kepada pemerintah daerah untuk bisa melihat kondisi kami di keempat desa ini, khususnya berkaitan dengan fasilitas yang sangat urgen yakni jembatan agar roda perekonomian dan pendidikan bagi anak-anak kami bisa berjalan dengan baik dan menggembirakan. Untuk itu keluhan serta apa yang kami rasakan saat ini, mudah mudahan bisa cepat ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah, tandasnya.
Penulis : Elthon Rete
Editor : Efrid Bata