Ende_lensatimur.net – Yayasan Tananua Flores adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkiprah di Kabupaten Ende sejak tahun 1989. Fokus yang menjadi consern kegiatannya adalah pendampingan para petani yang ada di daerah-daerah hulu untuk mengelola hasil pertanian kebun menjadi lebih baik dan bernilai ekonomi.
Tahun 2019 Yayasan Tananua Flores bekerja sama dengan Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures merintis sebuah program pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat. Program ini lahir karena melihat terjadinya degradasi sumber daya pesisir dan laut yang disebabkan oleh perilaku manusia, karena terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan. Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut dari masyarakat itu nampak dari perilaku seperti pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir / batu hijau yang berlebihan.
Hal itu disampaikan Direktur Yayasan Tananua Flores, Bernadus Sambut saat melakukan press Conference bersama sejumlah awak media di Kantor Tananua Ende Flores; Jum’at, 20/08/2021.

Bernadus mengatakan Fokus dari Program ini adalah pengelolaan perikanan gurita dengan penguatan kelembagaan nelayan. Tujuan program adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir. Pada tahun 2019 Yayasan Tananua Flores memulai program ini di lingkungan Arubara Kelurahan Tetandara Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende.
“Hingga saat ini Yayasan Tananua sedang dan akan mendampingi 36 nelayan di lingkungan Arubara yang sudah terorganisir dalam satu kelompok dengan nama Kelompok Nelayan Gurita Arubara. Kelompok ini kemudian menjadi sebuah kelompok kecil yang sering dikenal dengan Locally Managed Marine Area (LMMA)”, tutur Bernadus.
Pada tahun 2021, Yayasan Tananua Flores memperluas wilayah pendampingan di Kecamatan Ndori Kabupaten Ende yakni desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori), kemudian di Kecamatan Nagaroro Kabupaten Nagekeo yang meliputi desa Tonggo dan Podenura serta desa Durimali di Kecamatan Keo Tengah.
Program pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ini adalah program baru bagi Yayasan Tananua Flores, tetapi dengan bimbingan teknis dari Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures ada beberapa kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat nelayan dan salah satu kegiatannya adalah pendataan perikanan gurita.

“Kami memulai program dengan pendataan perikanan gurita berbasis masyarakat, di mana masyarakat adalah pelaku utama pendataan atau Enumerator. Dari data yang kami kumpulkan secara sensus ( semua nelayan dan semua gurita hasil tangkapan didata setiap hari) memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende menjanjikan”, ucapnya.
Lebih lanjut Direktur Tananua menjelaskan bahwa potensi perikanan gurita yang telah dimanfaatkan oleh nelayan di Lingkungan Arubara dan desa persiapan Maurongga untuk periode Oktober 2019 – Mei 2021 terdata 59 Nelayan dengan jumlah tangkapan gurita sebanyak 9.359 Kg, yaitu gurita dengan ukuran di atas 2 kg sebanyak 3.292 kg. Ukuran 1 – 2 kg sebanyak 5.876 kg dan di bawah 1 kg sebanyak 190 kg. Jumlah total individu gurita yang ditangkap sebanyak 5.652 kg. Dengan rincian gurita betina 2.884 ekor dan jantan sebanyak 2.808 ekor.
Total pendapatan nelayan gurita (pendapatan desa dari perikanan gurita) yaitu Rp. 170.693.250; dengan rincian per Oktober – Desember 2019 sebanyak Rp. 75.420.000 dengan harga gurita Rp. 40.000/kg. Pada tahun 2020 terjadi penurunan harga gurita per kg menjadi Rp. 15.000 – Rp. 20.000 sehingga total pendapatan di tahun 2020 per Januari – Desember adalah Rp. 68.485.250 dan di tahun 2021 kisaran harga gurita Rp. 20.000/kg, total pendapatan nelayan tahun 2021 per Januari – Mei adalah Rp. 26.778.000.
“Melihat potensi perikanan gurita yang sangat besar ini, maka kami memulai melakaukan pendampingan, penguatan Kapasitas masyarakat nelayan, pembentukan organisasi nelayan serta membangun kerjasama dengan berbagai stakeholder di Kabupaten Ende, Nagekeo dan Pemerintah Provinsi NTT”, paparnya.
Bernadus juga mengatakan ada sebuah inovasi yang dilakukan oleh nelayan gurita Arubara dalam kaiatannya untuk menjaga ekosistem dan habitat gurita agar tetap terjaga dan memiliki kualitas yang baik yakni dengan sistem penutupan sementara perikanan gurita octopus cyanea.
“Pengelolaan perikanan gurita berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup sudah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2021, di mana masyarakat menutup sementara 5 area penangkapan yaitu Maubhanda, Mauwaru, Maugago, Ngazu Dola, dan Tengumanu. Area penutupan sementara seluas 7.52 Ha”, imbuhnya.
Tujuan penutupan sementara perikanan gurita selama 3 bulan periode Agustus – 0ktober adalah sebagai pembelajaran bagi masyarakat tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat serta untuk memberikan waktu dan tempat bagi gurita untuk tumbuh lebih besar dan untuk bertelur / berkembang biak karena gurita dalam hal ini spesies Octopus Cyanea, mempunyai masa hidup yang singkat sekitar 12 bulan.
“Dengan siklus hidup gurita yang singkat, maka penutupan sementara merupakan pengelolaan perikanan yang sesuai untuk diimplementasikan, sehingga harapannya ketika pembukaan penutupan sementara, gurita sudah tumbuh dengan besar dan mempunyai nilai lebih secara ekonomi”, Katanya.
Sementara itu, Indah Rufiati yang adalah Fisheries Lead Yayasan Pesisir Lestari mengatakan bahwa:
Yayasan Pesisir Lestari (Pesisir Lestari) adalah organisasi konservasi laut yang mendorong pemberdayaan masyarakat pesisir dalam mengelola sumber daya laut dan perikanan, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, dan terwujudnya laut yang sehat dan berkelanjutan untuk generasi yang akan datang.
“Pesisir Lestari adalah mitra utama organisasi konservasi laut Blue Ventures di Indonesia sejak 2019. Bersama Blue Ventures, Pesisir Lestari membangun kemitraan dengan organisasi-organisasi dengan mimpi serupa, yang bekerja bersama masyarakat pesisir di berbagai provinsi di Indonesia. Bersama mitra, kami bekerja dengan visi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, selaras dengan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan yang berkelanjutan”, jelasnya.
Dia menambahkan bahwa untuk
Mendukung Masyarakat, Yayasan
Pesisir Lestari selalu bekerja bersama masyarakat pesisir untuk mengembangkan atau mengadaptasi model konservasi perairan, mendukung tata kelola lokal, dan bekerja sama dengan stakeholders terkait untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dukungan dan kerja sama seperti Mendukung kemitraan. Yayasan
Pesisir Lestari membangun kemitraan dengan organisasi berbasis masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia yang telah lama bekerja mendampingi masyarakat pesisir. Kami mendukung mereka untuk menerapkan pendekatan yang efektif untuk mendorong masyarakat menginisiasi pengelolaan kawasan perairan secara partisipatif.
Selain itu hal yang dilakukan adalah Mendukung jaringan. Yayasan
Pesisir Lestari mendorong jejaring organisasi konservasi untuk memperluas pendekatan menyeluruh terhadap pengelolaan kawasan perairan yang dipimpin masyarakat. Kami mempromosikan mereka kepada para pembuat kebijakan dan donor, sebagai aspirasi masyarakat pesisir. Kami memfasilitasi terbentuknya jaringan belajar dan pertukaran pembelajaran antar mitra.
Indah Rufiati menambahakan bahwa ada beberapa fokus kegiatan yang consern dari Yayasan Pesisir Lestari antara lain meliputi :
1). Pengelolaan Perikanan berbasis masyarakat. Kami mendukung masyarakat pesisir dalam menginisiasi pengelolaan perikanan yang bertujuan untuk melindungi ekosistem dan habitat laut yang penting bagi mereka, yaitu terumbu karang dan hutan mangrove. Bersama-sama dengan mitra lokal dan masyarakat, kami menentukan langkah pengelolaan perikanan yang spesifik, dimulai dari pemantauan perikanan partisipatif untuk melihat tren perikanan setempat dari waktu ke waktu dan menggunakan data yang dikumpulkan oleh masyarakat untuk mendiskusikan langkah-langkah menuju pengelolaan perikanan seperti penutupan sementara kawasan perikanan secara berkala, terutama untuk perikanan yang penting secara ekonomi, seperti gurita dan kepiting bakau. Dengan mengkombinasikan data, ilmu pengetahuan dan pengetahuan masyarakat sebagai dasar pengelolaan perikanan berbasis masyarakat, kami mendorong terbentuknya locally-managed marine areas (LMMAs) untuk kelestarian sumber penghidupan masyarakat hingga masa mendatang.
2). Konservasi dan restorasi mangrove. Pesisir Lestari mendukung mitra dan masyarakat untuk menerapkan pemanfaatan hutan mangrove yang berkelanjutan, dimana masyarakat dapat memiliki akses pengelolaan yang terjamin, untuk memantau dan melakukan fungsi pengawasan terhadap kawasan hutan mangrove yang mereka kelola. Kami juga mendukung pemulihan ekosistem hutan mangrove yang rusak melalui upaya restorasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan di lapangan.
3). peningkatan ketahanan penghidupan (livehood security) masyarakat Pesisir. Dalam upaya mendorong pengelolaan sumber daya perikanan dan laut secara berkelanjutan, kami juga memastikan bahwa masyarakat berdaya dan mampu memenuhi hak dasar penghidupan mereka. Dari berbagai hak dasar penghidupan masyarakat pesisir, kami mengambil pendekatan prioritas yaitu peningkatan status kesehatan, peningkatan ketahanan finansial, dan penguatan inklusivitas sosial kesetaraan gender.
Kabid 1 Bappeda Aloysius Dhasa, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa sejak awal pertemuan di Arubara dengan kelompok nelayan gurita serta Yayasan Tananua sebagai pendamping, bahwa sektor perikanan menjadi salah sektor unggulan di Kabupaten Ende.
“Bicara pembangunan, dalam RJPMD 2019-2024 sektor perikanan adalah sektor potensial Kabupaten Ende yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah”, tandasnya.
Dia pun melihat bahwa keberadaan kelompok Nelayan gurita ini baru muncul, untuk itu mekanisme perizinan juga perlu diperhatikan agar berdampak pada kesejahteraan nelayan itu sendiri.
Hal terpenting adalah bagaimana masyarakat nelayan ini mampu menjaga dan memelihara ekosistem serta biota laut, dengan senantiasa menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Terkait dengan sistem buka tutup untuk gurita yang dilakukan oleh kelompok nelayan Arubara, kami sangat apresiasi. Ini hal baru yang perlu menjadi sebuah pembelajaran bersama untuk menyelamatkan spesies gurita terutama dalam hal perkembang biakan.
“Semoga di saat buka pada awal bulan November 2021 mendatang, sistem buka tutup ini memberikan dampak yang besar terhadap produktivitas hasil dan juga memberikan impact yang besar terhadap ekonomi nelayan gurita”, tutupnya
Yayasan Tananua Kerjasama Dengan Yayasan Pesisir Lestari Lakukan Pendampingan Nelayan Gurita di Ende
Ende_lensatimur.net – Yayasan Tananua Flores adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkiprah di Kabupaten Ende sejak tahun 1989. Fokus yang menjadi consern kegiatannya adalah pendampingan para petani yang ada di daerah-daerah hulu untuk mengelola hasil pertanian kebun menjadi lebih baik dan bernilai ekonomi.
Tahun 2019 Yayasan Tananua Flores bekerja sama dengan Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures merintis sebuah program pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat. Program ini lahir karena melihat terjadinya degradasi sumber daya pesisir dan laut yang disebabkan oleh perilaku manusia, karena terbatasnya pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut bagi penghidupan yang berkelanjutan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan. Keterbatasan pengetahuan akan pentingnya ekosistem laut dari masyarakat itu nampak dari perilaku seperti pemboman ikan, penebangan bakau, pengambilan pasir / batu hijau yang berlebihan.
Hal itu disampaikan Direktur Yayasan Tananua Flores, Bernadus Sambut saat melakukan press Conference bersama sejumlah awak media di Kantor Tananua Ende Flores; Jum’at, 20/08/2021.
Bernadus mengatakan Fokus dari Program ini adalah pengelolaan perikanan gurita dengan penguatan kelembagaan nelayan. Tujuan program adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi, kualitas kesehatan masyarakat nelayan dan konservasi daerah pesisir. Pada tahun 2019 Yayasan Tananua Flores memulai program ini di lingkungan Arubara Kelurahan Tetandara Kecamatan Ende Selatan Kabupaten Ende.
“Hingga saat ini Yayasan Tananua sedang dan akan mendampingi 36 nelayan di lingkungan Arubara yang sudah terorganisir dalam satu kelompok dengan nama Kelompok Nelayan Gurita Arubara. Kelompok ini kemudian menjadi sebuah kelompok kecil yang sering dikenal dengan Locally Managed Marine Area (LMMA)”, tutur Bernadus.
Pada tahun 2021, Yayasan Tananua Flores memperluas wilayah pendampingan di Kecamatan Ndori Kabupaten Ende yakni desa Maubasa, Maubasa Timur dan Serandori), kemudian di Kecamatan Nagaroro Kabupaten Nagekeo yang meliputi desa Tonggo dan Podenura serta desa Durimali di Kecamatan Keo Tengah.
Program pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ini adalah program baru bagi Yayasan Tananua Flores, tetapi dengan bimbingan teknis dari Yayasan Pesisir Lestari dalam kemitraan dengan Blue Ventures ada beberapa kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat nelayan dan salah satu kegiatannya adalah pendataan perikanan gurita.
“Kami memulai program dengan pendataan perikanan gurita berbasis masyarakat, di mana masyarakat adalah pelaku utama pendataan atau Enumerator. Dari data yang kami kumpulkan secara sensus ( semua nelayan dan semua gurita hasil tangkapan didata setiap hari) memberikan gambaran bahwa potensi perikanan gurita di wilayah pesisir selatan Kabupaten Ende menjanjikan”, ucapnya.
Lebih lanjut Direktur Tananua menjelaskan bahwa potensi perikanan gurita yang telah dimanfaatkan oleh nelayan di Lingkungan Arubara dan desa persiapan Maurongga untuk periode Oktober 2019 – Mei 2021 terdata 59 Nelayan dengan jumlah tangkapan gurita sebanyak 9.359 Kg, yaitu gurita dengan ukuran di atas 2 kg sebanyak 3.292 kg. Ukuran 1 – 2 kg sebanyak 5.876 kg dan di bawah 1 kg sebanyak 190 kg. Jumlah total individu gurita yang ditangkap sebanyak 5.652 kg. Dengan rincian gurita betina 2.884 ekor dan jantan sebanyak 2.808 ekor.
Total pendapatan nelayan gurita (pendapatan desa dari perikanan gurita) yaitu Rp. 170.693.250; dengan rincian per Oktober – Desember 2019 sebanyak Rp. 75.420.000 dengan harga gurita Rp. 40.000/kg. Pada tahun 2020 terjadi penurunan harga gurita per kg menjadi Rp. 15.000 – Rp. 20.000 sehingga total pendapatan di tahun 2020 per Januari – Desember adalah Rp. 68.485.250 dan di tahun 2021 kisaran harga gurita Rp. 20.000/kg, total pendapatan nelayan tahun 2021 per Januari – Mei adalah Rp. 26.778.000.
“Melihat potensi perikanan gurita yang sangat besar ini, maka kami memulai melakaukan pendampingan, penguatan Kapasitas masyarakat nelayan, pembentukan organisasi nelayan serta membangun kerjasama dengan berbagai stakeholder di Kabupaten Ende, Nagekeo dan Pemerintah Provinsi NTT”, paparnya.
Bernadus juga mengatakan ada sebuah inovasi yang dilakukan oleh nelayan gurita Arubara dalam kaiatannya untuk menjaga ekosistem dan habitat gurita agar tetap terjaga dan memiliki kualitas yang baik yakni dengan sistem penutupan sementara perikanan gurita octopus cyanea.
“Pengelolaan perikanan gurita berbasis masyarakat dengan sistem buka tutup sudah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2021, di mana masyarakat menutup sementara 5 area penangkapan yaitu Maubhanda, Mauwaru, Maugago, Ngazu Dola, dan Tengumanu. Area penutupan sementara seluas 7.52 Ha”, imbuhnya.
Tujuan penutupan sementara perikanan gurita selama 3 bulan periode Agustus – 0ktober adalah sebagai pembelajaran bagi masyarakat tentang pengelolaan perikanan berbasis masyarakat serta untuk memberikan waktu dan tempat bagi gurita untuk tumbuh lebih besar dan untuk bertelur / berkembang biak karena gurita dalam hal ini spesies Octopus Cyanea, mempunyai masa hidup yang singkat sekitar 12 bulan.
“Dengan siklus hidup gurita yang singkat, maka penutupan sementara merupakan pengelolaan perikanan yang sesuai untuk diimplementasikan, sehingga harapannya ketika pembukaan penutupan sementara, gurita sudah tumbuh dengan besar dan mempunyai nilai lebih secara ekonomi”, Katanya.
Sementara itu, Indah Rufiati yang adalah Fisheries Lead Yayasan Pesisir Lestari mengatakan bahwa:
Yayasan Pesisir Lestari (Pesisir Lestari) adalah organisasi konservasi laut yang mendorong pemberdayaan masyarakat pesisir dalam mengelola sumber daya laut dan perikanan, demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, dan terwujudnya laut yang sehat dan berkelanjutan untuk generasi yang akan datang.
“Pesisir Lestari adalah mitra utama organisasi konservasi laut Blue Ventures di Indonesia sejak 2019. Bersama Blue Ventures, Pesisir Lestari membangun kemitraan dengan organisasi-organisasi dengan mimpi serupa, yang bekerja bersama masyarakat pesisir di berbagai provinsi di Indonesia. Bersama mitra, kami bekerja dengan visi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, selaras dengan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan yang berkelanjutan”, jelasnya.
Dia menambahkan bahwa untuk
Mendukung Masyarakat, Yayasan
Pesisir Lestari selalu bekerja bersama masyarakat pesisir untuk mengembangkan atau mengadaptasi model konservasi perairan, mendukung tata kelola lokal, dan bekerja sama dengan stakeholders terkait untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dukungan dan kerja sama seperti Mendukung kemitraan. Yayasan
Pesisir Lestari membangun kemitraan dengan organisasi berbasis masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia yang telah lama bekerja mendampingi masyarakat pesisir. Kami mendukung mereka untuk menerapkan pendekatan yang efektif untuk mendorong masyarakat menginisiasi pengelolaan kawasan perairan secara partisipatif.
Selain itu hal yang dilakukan adalah Mendukung jaringan. Yayasan
Pesisir Lestari mendorong jejaring organisasi konservasi untuk memperluas pendekatan menyeluruh terhadap pengelolaan kawasan perairan yang dipimpin masyarakat. Kami mempromosikan mereka kepada para pembuat kebijakan dan donor, sebagai aspirasi masyarakat pesisir. Kami memfasilitasi terbentuknya jaringan belajar dan pertukaran pembelajaran antar mitra.
Indah Rufiati menambahakan bahwa ada beberapa fokus kegiatan yang consern dari Yayasan Pesisir Lestari antara lain meliputi :
1). Pengelolaan Perikanan berbasis masyarakat. Kami mendukung masyarakat pesisir dalam menginisiasi pengelolaan perikanan yang bertujuan untuk melindungi ekosistem dan habitat laut yang penting bagi mereka, yaitu terumbu karang dan hutan mangrove. Bersama-sama dengan mitra lokal dan masyarakat, kami menentukan langkah pengelolaan perikanan yang spesifik, dimulai dari pemantauan perikanan partisipatif untuk melihat tren perikanan setempat dari waktu ke waktu dan menggunakan data yang dikumpulkan oleh masyarakat untuk mendiskusikan langkah-langkah menuju pengelolaan perikanan seperti penutupan sementara kawasan perikanan secara berkala, terutama untuk perikanan yang penting secara ekonomi, seperti gurita dan kepiting bakau. Dengan mengkombinasikan data, ilmu pengetahuan dan pengetahuan masyarakat sebagai dasar pengelolaan perikanan berbasis masyarakat, kami mendorong terbentuknya locally-managed marine areas (LMMAs) untuk kelestarian sumber penghidupan masyarakat hingga masa mendatang.
2). Konservasi dan restorasi mangrove. Pesisir Lestari mendukung mitra dan masyarakat untuk menerapkan pemanfaatan hutan mangrove yang berkelanjutan, dimana masyarakat dapat memiliki akses pengelolaan yang terjamin, untuk memantau dan melakukan fungsi pengawasan terhadap kawasan hutan mangrove yang mereka kelola. Kami juga mendukung pemulihan ekosistem hutan mangrove yang rusak melalui upaya restorasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan di lapangan.
3). peningkatan ketahanan penghidupan (livehood security) masyarakat Pesisir. Dalam upaya mendorong pengelolaan sumber daya perikanan dan laut secara berkelanjutan, kami juga memastikan bahwa masyarakat berdaya dan mampu memenuhi hak dasar penghidupan mereka. Dari berbagai hak dasar penghidupan masyarakat pesisir, kami mengambil pendekatan prioritas yaitu peningkatan status kesehatan, peningkatan ketahanan finansial, dan penguatan inklusivitas sosial kesetaraan gender.
Kabid 1 Bappeda Aloysius Dhasa, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa sejak awal pertemuan di Arubara dengan kelompok nelayan gurita serta Yayasan Tananua sebagai pendamping, bahwa sektor perikanan menjadi salah sektor unggulan di Kabupaten Ende.
“Bicara pembangunan, dalam RJPMD 2019-2024 sektor perikanan adalah sektor potensial Kabupaten Ende yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah”, tandasnya.
Dia pun melihat bahwa keberadaan kelompok Nelayan gurita ini baru muncul, untuk itu mekanisme perizinan juga perlu diperhatikan agar berdampak pada kesejahteraan nelayan itu sendiri.
Hal terpenting adalah bagaimana masyarakat nelayan ini mampu menjaga dan memelihara ekosistem serta biota laut, dengan senantiasa menggunakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Terkait dengan sistem buka tutup untuk gurita yang dilakukan oleh kelompok nelayan Arubara, kami sangat apresiasi. Ini hal baru yang perlu menjadi sebuah pembelajaran bersama untuk menyelamatkan spesies gurita terutama dalam hal perkembang biakan.
“Semoga di saat buka pada awal bulan November 2021 mendatang, sistem buka tutup ini memberikan dampak yang besar terhadap produktivitas hasil dan juga memberikan impact yang besar terhadap ekonomi nelayan gurita”, tutupnya
Penulis : Efrid Bata
Editor : Elthon Rete